Lapor MENPAN       Siwas MARI              HTML5 Powered with CSS3 / Styling, and Semantics     Level Double-A conformance, 
          W3C WAI Web Content Accessibility Guidelines 2.0

Articles in Category: ARTIKEL PN TEBO

KONSEKUENSI KETIDAKHADIRAN PIHAK DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

on Selasa, 31 Desember 2024. Posted in ARTIKEL PN TEBO

Penulis : Lady Arianita,S.H. (Hakim PN TEBO)

KONSEKUENSI KETIDAKHADIRAN PIHAK DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

KONSEKUENSI KETIDAKHADIRAN PIHAK DALAM PEMERIKSAAN
PERKARA PIDANA

Siapa saja yang dimaksud Pihak dalam Perkara Pidana?
Bagaimana konsekuensi apabila salah satu pihak dalam Perkara Pidana tidak
hadir?
A. Pihak dalam Pemeriksaan Perkara Pidana
Bahwa menurut Moeljanto dalam Bukunya Azas-Azas Hukum Pidana, Hukum Acara
Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang
memberikan dasar-dasar dan aturanaturan yang menentukan dengan cara dan
prosedur macam apa ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat
dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan delik tersebut.
Dalam penegakan Hukum pasti ada pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana
hal ini erat hubungan manusia dan hukum itu sendiri. Pada dasarnya hukum itu hanya
dapat berjalan melalui manusia. Manusialah yang membuat, dan melaksanakan
hukum yang dia buat, demikian menurut Satjipto Rahardjo. (Didik Endro
Purwoleksono, 2015:26). Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana
adalah : Setiap orang, Tersangka, Terdakwa atau Terpidana, Pejabat Penyelidik dan
Penyidik, Pejabat Penuntut Umum, Pejabat Pengadilan, Pejabat Eksekusi, Penasihat
Hukum. Namun, dalam penjelasan kali ini akan dibahas mengenai Pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan yakni, Pejabat Pengadilan atau lebih
dikenal dengan Majelis Hakim, Pejabat Penuntut Umum, Terdakwa, dan Penasihat
Hukum.
Kemudian, bagaimana apabila salah satu pihak dari proses persidangan tidak hadir
apakah sidang tetap dilanjutkan? Berikut penjelasannya:
B. Kehadiran Majelis Hakim dan Penuntut Umum
Pasal 13 KUHAP mengatur bahwa Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim, kemudian Pasal 198 ayat (1) KUHAP mengatur dalam hal seorang
hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua pengadilan atau pejabat
kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk pengganti pejabat yang
berhalangan tersebut, sehingga apabila Hakim berhalangan, maka KPN membuat
Penetapan Penggantian Majelis dan apabila Penuntut Umum berhalangan, maka
digantikan oleh Penuntut Umum lain sesuai Penuntut Umum yang Namanya tertera di
P.16a (Surat Penunjukan Jaksa Penuntut Umum).
C. Kehadiran Terdakwa
Pasal 154 KUHAP mengatur bahwa :
(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda
persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari
sidang berikutnya
(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang
tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan
hakim ketua siding memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.
(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua
terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat
dilangsungkan.
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan
yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa
pada sidang pertama berikutnya.
Kemudian, pada sidang putusan suatu perkara pidana harus dihadiri oleh terdakwa,
hal ini berdasarkan Pasal 196 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa Pengadilan memutus
perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan
lain. Pengecualian:
a) Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 mengatur bahwa dalam hal terdakwa telah dipanggil secara
sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara
dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
b) Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur bahwa dalam
hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang
pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa
hadirnya terdakwa.
c) Pasal 79 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
mengatur bahwa Pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa
kehadiran terdakwa.
d) Pasal 482 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, yang menyebutkan “Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili dan
memutus perkara pidana pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan
berkas perkara dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran terdakwa”
D. Kehadiran Penasihat Hukum
Pasal 56 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa
disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati
atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu
yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat
hukum sendiri,pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Kemudian, Pasal 198
ayat (2) KUHAP mengatur bahwa dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia
menunjuk penggantinya dan apabila pengganti ternyata tidak ada atau juga
berhalangan, maka sidang berjalan terus.
Referensi :
1. Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana, Airlangga University Press,
Surabaya, 2015, hal. 26
2. Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1995, hal 1-6
Dasar Hukum :
1. Pasal 13 KUHAP
2. Pasal 198 ayat (1) KUHAP
3. Pasal 198 ayat (2) KUHAP
4. Pasal 154 KUHAP
5. Pasal 196 ayat (1) KUHAP
6. Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001
7. Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
8. Pasal 79 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
9. Pasal 56 ayat (1) KUHAP

Pelaksanaan E-Court dalam Pengadilan

on Jumat, 20 Desember 2024. Posted in ARTIKEL PN TEBO

Penulis : Ria Permata Sukma, S.H., M.H (Hakim Pengadilan Negeri Tebo)

Pelaksanaan E-Court dalam Pengadilan

Pelaksanaan E-Court dalam Pengadilan

 

 

 

Kehadiran Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) merupakan babak baru bagi tata kelola atau manajemen pemerintahan di Indonesia. Berdasarkan kebijakan tersebut, seluruh instansi pemerintah wajib menerapkan SPBE atau lebih dikenal dengan e-government.

 

Memasuki era revolusi industri 4.0, penerapan e-government bagi penyelenggara negara adalah sebuah keharusan, bukan pilihan. E-court merupakan salah satu bentuk implementasi SPBE dari Mahkamah Agung oleh seluruh badan peradilan dibawahnya, sebagaimana termuat dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2019 yang telah diubah dalam PERMA No. 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik, yang secara garis besar terdiri dari:

 

1.    E-Filling yaitu pendaftaran perkara online di Pengadilan;

 

2.    E-Payment yaitu pembayaran panjar biaya perkara online;

 

3.    E-Summons yaitu pemanggilan pihak secara online;

 

4.    E-Litigation yaitu persidangan secara online/elektronik;

 

PERMA Nomor 7 Tahun 2022 menerangkan bahwa sistem informasi pengadilan adalah seluruh sistem informasi yang disediakan oleh Mahkamah Agung untuk memberi pelayanan terhadap pencari keadilan yang meliputi administrasi perkara, pelayanan perkara, dan persidangan secara elektronik.[1]

 

Administrasi perkara secara elektronik adalah serangkaian proses penerimaan gugatan / permohonan / keberatan / bantahan / perlawanan / intervensi, penerimaan pembayaran, penyampaian panggilan/pemberitahuan, jawaban, replik, duplik, kesimpulan, penerimaan upaya hukum, serta pengelolaan, penyampaian, dan penyimpanan dokumen perkara perdata/perdata agama/tata usaha militer/tata usaha negara dengan menggunakan sistem elektronik.[2]

 

Sedangkan yang dimaksud dengan persidangan elektronik adalah serangkaian proses memeriksa dan mengadili perkara oleh pengadilan yang dilaksanakan oleh dukungan teknologi informasi dan komunikasi. Persidangan ini berlaku untuk proses persidangan dengan acara penyampaian gugatan / permohonan / keberatan / bantahan / perlawanan / intervensi beserta perubahannya, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, dan pengucapan putusan/penetapan dan upaya hukum banding.[3]

 

Pengaturan administrasi perkara dan persidangan secara elektronik dalam PERMA No. 7 Tahun 2022 berlaku pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding untuk jenis perkara perdata, perdata khusus, perdata agama, tata usaha militer, dan tata usaha negara.[4]

 

Penggunaan Layanan E-court

 

Layanan administrasi perkara secara elektronik dapat digunakan oleh pengguna terdaftar dan pengguna lain.[5] Mahkamah Agung berhak melakukan verifikasi data pendaftaran, verifikasi perubahan data, penangguhan terhadap hak akses, dan pencabutan status pengguna terdaftar dan pengguna lain. Mahkamah Agung juga berhak menolak pendaftaran pengguna terdaftar dan pengguna lain yang tidak dapat diverifikasi.[6]

 

Persyaratan untuk dapat menjadi pengguna terdaftar bagi advokat adalah:[7]

 

a.    Kartu Tanda Penduduk;

 

b.    Kartu keanggotaan advokat;

 

c.    Berita Acara Sumpah advokat oleh Pengadilan Tinggi;

 

Persyaratan untuk menjadi pengguna terdaftar bagi kurator atau pengurus terdiri atas:[8]

 

a.    Kartu Tanda Penduduk;

 

b.    Kartu keanggotaan kurator atau pengurus yang berlaku;

 

c.    Sertifikat tanda lulus ujian kurator atau pengurus;

 

d.    Surat bukti pendaftaran kurator atau pengurus yang berlaku;

 

Persyaratan untuk menjadi pengguna lain terdiri atas:[9]

 

a.    Kartu identitas pegawai/kartu tanda anggota dan surat kuasa/surat tugas bagi pihak yang mewakili kemeterian/lembaga/badan usaha; atau

 

b.    Kartu Tanda Penduduk/paspor atau identitas lainnya bagi perseorangan dan penetapan Ketua Pengadilan untuk beracara secara insidentil sebagai kuasa perseorangan.

 

Pelaksanaan E-court

 

Pendaftaran perkara oleh pengguna terdaftar dan pengguna lain dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem informasi pengadilan.[10] Pengggugat menyampaikan gugatan melalui sistem informasi pengadilan disertai dengan bukti-bukti berupa surat dalam bentuk dokumen elektronik.[11]

 

Pembayaran panjar biaya perkara, penambahan dan/atau pengembalian panjar biaya perkara dilakukan secara elektronik pula yang dibayarkan melalui rekening pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PERMA No. 1 Tahun 2019.

 

Panggilan/pemberitahuan secara elektronik disampaikan kepada:[12]

 

a.    Penggugat;

 

b.    Tergugat yang domisili elektroniknya telah dicantumkan dalam gugatan;

 

c.    Tergugat yang telah menyatakan persetujuannya; atau

 

d.    Para pihak yang proses perkaranya telah dilakukan secara elektronik.

 

Berdasarkan perintah hakim, juru sita/juru sita pengganti mengirimkan surat panggilan persidangan ke alamat surat elektronik yang telah terverifikasi para pihak melalui sistem informasi pengadilan (“SIP”).[13] Pasal 17 Perma No. 7 Tahun 2022 menjelaskan bahwa juru sita mengirimkan pemberitahuan kepada para pihak melalui domisili elektronik SIP. Kemudian dalam hal Tergugat tidak memilikinya, pemberitahuan dicatat melalui surat tercatat. Lebih lanjut, pemberitahuan terhadap para pihak yang berkediaman di luar negeri dan domisili elektroniknya diketahui secara elektronik. Namun jika domisili elektroniknya tidak diketahui atau tidak terverifikasi, pemanggilannya dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

 

Terhadap pelaksanaan e-court yang belum dipahami oleh banyak masyarakat pencari keadilan, hakim/hakim ketua dapat memberikan penjelasan tentang hak dan kewajiban para pihak terkait persidangan secara elektronik pada sidang pertama guna kelancaran pesidangan elektronik.[14] Persidangan secara elektronik dilaksanakan setelah proses mediasi dinyatakan tidak berhasil;[15]

 

Hakim/hakim ketua menetapkan jadwal persidangan elektronik untuk acara penyampaian jawaban, replik, dan duplik. Setelah terlaksananya persidangan elektronik dengan acara penyampaian duplik, hakim/hakim ketua menetapkan jadwal dan acara persidangan berikutnya hingga pembacaan putusan.[16]

 

Pasal 22 Ayat (1) PERMA No. 7 Tahun  2022 menjelaskan bahwa persidangan secara elektronik dengan acara penyempaian gugatan, jawaban, replik, duplik dan kesimpulan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

 

a.    Para pihak menyampaikan dokumen elektronik dan/atau dokumen cetak bagi Tergugat yang tidak menyetujui persidangan secara elektronik paling lambat pada hari dan jam sidang sesuai dengan jadwal yang ditetapkan;

 

b.    Setelah menerima dan memeriksa dokumen elektronik dan/atau dokumen cetak yang telah diunggal ke SIP, hakim/hakim ketua meneruskan dokumen elektronik kepada para pihak; dan

 

c.    Dokumen elektronik yang berupa replik diunduh dan disampaikan oleh juru sita kepada Tergugat yang tidak menyetujui persidangan secara elektronik;

 

Persidangan pembuktian dilaksanakan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Lebih lanjut, persidangan pembuktian dengan acara pemeriksaan saksi dan /atau ahli dapat dilaksakan secara jarak jauh melalui komunikasi audiovisual yang dilaksanakan dengan sarana dan prasarana pengadilan.[17] Putusan/penetapan diucapkan oleh hakim/hakim ketua secara elektronik.[18]

 

Yang patut diperhatikan bahwa Pasal 27 PERMA No. 1 Tahun 2019 menegaskan bahwa persidangan secara elektronik yang dilaksanakan melalui Sistem Informasi Pengadilan (SIP) pada jaringan internet publik secara hukum telah memenuhi asas dan ketentuan persidangan terbuka untuk umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

Seluruh pendaftaran pekara perdata saat ini wajib dilakukan secara online (e-court) berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 04 Tahun 2019 yang berlaku bagi seluruh Pengadilan Negeri termasuk pada Pengadilan Negeri Tebo. Menyadari akan adanya kendala terhadap seluruh pelaksanaan perkara perdata yang harus melalui ecourt, Pengadilan Negeri Tebo menyediakan Pojok e-Court sebagai bagian dari pelayanan dalam area Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang bertujuan agar pihak yang membutuhkan bantuan dalam pendaftaran dan pelaksanaan perkara perdata melalui e-Court dapat dibantu oleh petugas yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan.

 

 

 

 

 

Sumber :

 

·         Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik;

 

·         Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 04 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Pendaftaran Perkara Perdata Melalui E-Court;

 

·         Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik;

 



[2] Pasal 1 angka 6 Perma 7/2022

[3] Pasal 1 angka 7 dan Pasal 4 Perma 7/2022

[4] Pasal 3 ayat (1) Perma 7/2022

[5] Pasal 5 ayat (1) Perma 7/2022

[7] Pasal 5 ayat (2) Perma 7/2022

[8] Pasal 5 ayat (3) Perma 7/2022

[9] Pasal 5 ayat (4) Perma 7/2022

[10] Pasal 8 Perma 1/2019

[11] Pasal 9 Perma 1/2019

[12] Pasal 15 ayat (1) Perma 7/2022

[13] Pasal 16 Perma 1/2019 jo. Pasal Pasal 1 angka 3 Perma 7/2022

[14] Pasal 19 Perma 1/2019

[15] Pasal 20 ayat (2) Perma 7/2022

[16] Pasal 21 ayat (1) dan (2) Perma 1/2019

[17] Pasal 25 Perma 1/2019 jo. Pasal 24 ayat (3) dan (4) Perma 7/2022

[18] Pasal 26 ayat (2) Perma 7/2022