KONSEKUENSI KETIDAKHADIRAN PIHAK DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
Penulis : Lady Arianita,S.H. (Hakim PN TEBO)
KONSEKUENSI KETIDAKHADIRAN PIHAK DALAM PEMERIKSAAN
PERKARA PIDANA
Siapa saja yang dimaksud Pihak dalam Perkara Pidana?
Bagaimana konsekuensi apabila salah satu pihak dalam Perkara Pidana tidak
hadir?
A. Pihak dalam Pemeriksaan Perkara Pidana
Bahwa menurut Moeljanto dalam Bukunya Azas-Azas Hukum Pidana, Hukum Acara
Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang
memberikan dasar-dasar dan aturanaturan yang menentukan dengan cara dan
prosedur macam apa ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat
dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan delik tersebut.
Dalam penegakan Hukum pasti ada pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana
hal ini erat hubungan manusia dan hukum itu sendiri. Pada dasarnya hukum itu hanya
dapat berjalan melalui manusia. Manusialah yang membuat, dan melaksanakan
hukum yang dia buat, demikian menurut Satjipto Rahardjo. (Didik Endro
Purwoleksono, 2015:26). Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana
adalah : Setiap orang, Tersangka, Terdakwa atau Terpidana, Pejabat Penyelidik dan
Penyidik, Pejabat Penuntut Umum, Pejabat Pengadilan, Pejabat Eksekusi, Penasihat
Hukum. Namun, dalam penjelasan kali ini akan dibahas mengenai Pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan yakni, Pejabat Pengadilan atau lebih
dikenal dengan Majelis Hakim, Pejabat Penuntut Umum, Terdakwa, dan Penasihat
Hukum.
Kemudian, bagaimana apabila salah satu pihak dari proses persidangan tidak hadir
apakah sidang tetap dilanjutkan? Berikut penjelasannya:
B. Kehadiran Majelis Hakim dan Penuntut Umum
Pasal 13 KUHAP mengatur bahwa Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim, kemudian Pasal 198 ayat (1) KUHAP mengatur dalam hal seorang
hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua pengadilan atau pejabat
kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk pengganti pejabat yang
berhalangan tersebut, sehingga apabila Hakim berhalangan, maka KPN membuat
Penetapan Penggantian Majelis dan apabila Penuntut Umum berhalangan, maka
digantikan oleh Penuntut Umum lain sesuai Penuntut Umum yang Namanya tertera di
P.16a (Surat Penunjukan Jaksa Penuntut Umum).
C. Kehadiran Terdakwa
Pasal 154 KUHAP mengatur bahwa :
(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda
persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari
sidang berikutnya
(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang
tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan
hakim ketua siding memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.
(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua
terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat
dilangsungkan.
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan
yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa
pada sidang pertama berikutnya.
Kemudian, pada sidang putusan suatu perkara pidana harus dihadiri oleh terdakwa,
hal ini berdasarkan Pasal 196 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa Pengadilan memutus
perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan
lain. Pengecualian:
a) Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 mengatur bahwa dalam hal terdakwa telah dipanggil secara
sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara
dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
b) Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur bahwa dalam
hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang
pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa
hadirnya terdakwa.
c) Pasal 79 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
mengatur bahwa Pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa
kehadiran terdakwa.
d) Pasal 482 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, yang menyebutkan “Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili dan
memutus perkara pidana pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan
berkas perkara dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran terdakwa”
D. Kehadiran Penasihat Hukum
Pasal 56 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa
disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati
atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu
yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat
hukum sendiri,pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Kemudian, Pasal 198
ayat (2) KUHAP mengatur bahwa dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia
menunjuk penggantinya dan apabila pengganti ternyata tidak ada atau juga
berhalangan, maka sidang berjalan terus.
Referensi :
1. Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana, Airlangga University Press,
Surabaya, 2015, hal. 26
2. Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1995, hal 1-6
Dasar Hukum :
1. Pasal 13 KUHAP
2. Pasal 198 ayat (1) KUHAP
3. Pasal 198 ayat (2) KUHAP
4. Pasal 154 KUHAP
5. Pasal 196 ayat (1) KUHAP
6. Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001
7. Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
8. Pasal 79 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
9. Pasal 56 ayat (1) KUHAP